Jumat, 03 Oktober 2014

Pendapat Profesor Prancis Soal UU Pilkada

TEMPO.CO , Jakarta - Ahli tata negara dari Universite de Rouen, Prancis, Profesor Jean-Philippe Derosier, mengamati kontroversi yang terjadi akibat pengesahan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). "Undang-undang itu (Pilkada) bersifat anti-demokrasi," ujar Derosier ketika memberikan kuliah umum di Universitas Indonesia, Rabu, 1 Oktober 2014.

Anti-demokrasi, Derosier menjelaskan, terjadi karena pengikisan hak rakyat dalam memilih kepala daerah. "Padahal awalnya rakyat memilih sendiri kada dalam pemilu," katanya. Dengan beleid itu, kata dia, kepala daerah dipilih oleh parlemen/DPRD.

Namun demikian, Derosier enggan memberikan pendapat lebih lanjut soal UU Pilkada karena berstatus warga negara asing. Status ini menghalanginya untuk memberikan opini mendalam.

Hanya saja, dia mengatakan, pemilihan kepala daerah melalui DPRD, juga memberi kemudahan bagi rakyat itu sendiri. Derosier menjelaskan, rakyat tidak perlu repot melakukan dua kali pemilu.

Di Indonesia, rakyat harus memilih wakilnya di parlemen melalui pemilu legislatif, kemudian disusul dengan pemilu presiden atau kepala daerah. UU Pilkada, Derosier melanjutkan, mengingatkan dirinya tentang sistem yang sama seperti di Inggris dan Jerman. "Karena saya orang Eropa," ujarnya.

Sistem pemilu di Inggris, tutur Derosier, lebih mudah karena rakyat hanya melalukan pemilu satu kali. Pemilu langsung dilakukan untuk menentukan parlemen. "Kursi Perdana Menteri otomatis jadi milik partai pemenang pemilu," katanya. Sebelumnya, calon perdana menteri sudah terlebih dahulu diperkenalkan ke publik sebelum pemilu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar